PENGARUH KESHALIHAN GURU PADA MURID
Oleh Abu Rufaydah
Guru kencing berdiri murid kencing berlari atau buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Begitulah perumpamaan bahasa kita. Demikian juga dengan anak. Anak yang shalah lahir dari orang tua yang shalih. Maka tak salah kalau kita katakana bahwa “murid yang shalih lahir dari guru yang shalih.
Allah Taála berfirman :
هُوَ ٱلَّذِى بَعَثَ فِى ٱلْأُمِّيِّۦنَ رَسُولًا مِّنْهُمْ يَتْلُوا۟ عَلَيْهِمْ ءَايَٰتِهِۦ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ ٱلْكِتَٰبَ وَٱلْحِكْمَةَ وَإِن كَانُوا۟ مِن قَبْلُ لَفِى ضَلَٰلٍ مُّبِينٍ
Artinya: Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata, (QS. Al-Jumuáh : 2)
Dalam ayat di atas susunan dalam pembelajaran itu melalui Qiraáh (membaca), Tazkiyatun Nafs (pensucian jiwa) dan Ta’lim (Mengajarkan). Tiga tahapan di atas dilaksanakan oleh seorang guru peradaban yang merubah masa jahiliyah dengan masa kejayaan kaum muslimin. Imam al-Mawardi rahimahullah dalam tafsirnya mengutip pendapat dari Abdullah bin Abbas radhiallahu anhu bahwa Yuzakkiihim maksudnya yaitu mensucikan hati-hati mereka dengan keimanan. Artinya pelajaran akan diterima jika sosok pengajar memiliki keimanan dan dimulai dari ppelajaran tentang iman dengan pensucian jiwa dan hati dari kesyirikan.
Kita akan mengambil contoh yang teragung dari orang yang paling mulia suri tauladan manusia Nabi Muhammad; beliau adalah sebaik-baiknya guru peradaban. Bagaimana tidak karena di madrasah kenabian dan di meja kerasulanlah lahir generasi terbaik ummat. Allah Mengabadikan keunggulan generasi tersebut dalam al-Qur’an dalam QS. Alimran : 110.
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.
Dan masih banyak lagi ayat yang menjelaskan keutamaan sahabat Rasulullah. Bahkan Nabi sendiri memuji generasi terbaik itu ada pada diri sahabat Nabi yang tak lain adalah muridnya.
“Sebaik-baik manusia adalah generasiku ( para sahabat ) kemudian generasi berikutnya (tabi’in) kemudian generasi berikutnya ( tabiu’t tabi’in )” (Hadits Bukhari & Muslim)
Siapa yang tidak kenal dengan sosok Abu Bakr ash-Shiddiq Radhiallahu Anhu yang terkenal dengan kedermawanannya, Umar bin al-Khoththob dengan keberaniannya, Utsman bin Affan dengan rasa malu dan Ali bin Abi Thalib dengan kecerdasanya. Lihat pula pada sosok Istri Nabi; Aisyah binti Abi Bakr, Ummu Salamah, Zainab binti Jahsy dan istri Nabi lainnya para sahabat wanita mulia Rasulullah Asma binti Abi Bakar dan para sahabat lainnya yang mencerminkan bagaimana Rasulullah mampu memaksimalkan potensi yang ada pada diri sahabat yang berbeda-beda.
Muawiyah ibn Al-Hakam As Sulami Radhiallahu Anhu berkata : Saya tidak pernah melihat sebelum dan tidak pula sesudahnya orang yang paling bagus pengajarannya daripada beliau (Nabi). (HR. Muslim).
Imam an-Nawawi Rahimahullah mengomentari hadit diatas : Hadit ini mengandung keterangan tentang keagungan budi pekerti Rasulullah yang telah Allah saksikan bagi beliau, kelemahlembutan beliau terhadap orang jahil, belas kasihan beliau kepada umatnya dan kasih sayangnya terhadap mereka.
Pantaslah bila lahir dari madrasah Rasulullah generasi terbaik umat ini, jika kita ingin mengulang generasi terbaik itu hadir, maka tidak ada cara kecuali mengikuti jalan mereka.
Lihat pula bagaimana para sahabat Nabi yang mendidik para tabi’in. Dimeja dan bangku madrasah mereka lahir para ulama terkemuka. Tak asing ditelinga para pembaca kitab klasik ulama sekaliber Said al-Musayyib Rahimahullah menantu dari Abu Hurairah Radhiallahu Anhu, Abdullah bin Tsuaib (Abu MuslimAl Khaulani), Abdullah bin al-Mubarak, Abu Hanifah, Aisyah binti Thalhah, Amir Bin Abdillah Attamimi, Atba’ bin Abi Rabah, Zainal Abidin bin Husain Ali Abi Thalib, Hasan Al-Bashri, Muhammad ibnu Wa’asi al Azdiy, Muhammad bin Sirin, Rabi’ah ar Ra’yi, Said ibnu Jubair, Salamah ibnu Dinar, Shilah bin Asy Syam al ‘Adawi, Syuraih al Qadli, Thaawus ibnu Kaisan, Urwah bin Zubair, Umar bin Abdul Aziz, Abdul Malik bin Umar bin Abdul Aziz, dan Qosim bin Muhammad bin Abi Bakr Rahimahullah Ta’ala.
Betapa banyak ulama yang lahir pada masa itu. Maka mari kita ambil satu contoh dari ribuan contoh ulama yang ada pada zamannya yaitu Imam Ayyub As Sikhtiani Rahimahullah. Beliau adalah salah satu guru dari Imam Malik ibn Anas Rahimahullah. Dimana beliau memiliki posisi tersendiri dihati Imam Malik yang tidak ada pada ulama lainnya.
Imam Malik pernah ditanya tentang Ayyub As-Sikhtiani ? maka beliaupun menjawab : Tidaklah aku menyampaikan hadits dari seseorangpun kecuali Ayyub lebih stiqoh (terpercaya) dari pada orang lain. (Siar ‘A’lam An Nubala 6/24)
Di kisah lain Imam Malik mengisahkan : “Ayyub telah berhaji dua kali dan aku (dahulu) telah melihatnya, hanya saja Ayyub jika ia menyebutkan Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam dia pun menangis sehingga akupun menyayanginya. Dan ketika aku menyaksikan apa yang aku lihat dan pengagungannya kepada Nabi aku pun mengambil (menulis) hadits darinya. (Siar ‘A’lam An Nubala 6/17)
Keshalihan Ayyub As Sikhtiani membekas di hati Imam Malik ibn Anas. Sehingga bilamana Imam Malik menyebutkan Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam berubah wajahnya dan menunduk hingga hal itu memberatkan orang-orang yang duduk bersamanya. Pada suatu hari Imam Malik ditanya tentang sikapnya itu, ia pun menjawab : “Seandainya kalian melihat apa yang aku lihat maka kalian tidak akan mengingkari (merasa berat) dengan sikapku ini.
Demikianlah keshalihan generasi salaf hingga keshalihan itu berdampak kepada murid-muridnya. Semoga Allah merahmati dan menyayangi guru-guru kita di dunia dan akhir. Aamiiin.
Abu Rufaydah Endang Hermawan.