PELAJARAN PERTAMA UNTUK ANAK

PELAJARAN PERTAMA UNTUK ANAK

Oleh Abu Rufaydah

Dari Amru bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya ia berkata : “Adalah Nabi jika mendapati anak dari Bani Abdil Muththalib sudah fasih berbicara maka ia mengajarinya ayat ini : QS. Al Isra : 111.

وَقُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي لَمْ يَتَّخِذْ وَلَدًا وَلَمْ يَكُنْ لَهُ شَرِيكٌ فِي الْمُلْكِ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ وَلِيٌّ مِنَ الذُّلِّ ۖوَكَبِّرْهُ تَكْبِيرًا

Dan katakanlah: “Segala puji bagi Allah Yang tidak mempunyai anak dan tidak mempunyai sekutu dalam kerajaan-Nya dan Dia bukan pula hina yang memerlukan penolong dan agungkanlah Dia dengan pengagungan yang sebesar-besarnya.

Dari Ali bin Husain (wafat 94 H) Rahimahullah mengajarkan anaknya dengan ungkapan : “Aku beriman kepada Allah dan kufur terhadap Thaghut”. (Ibnu Abi Syaibah 1/348 dan al-Jaami Fii Ahkami wa Adaabish Shibyan Syaikh Abu Abdillah Adil Al-Ghomidy, hal. 140).

Dari Ibrahim At-Taimy (wafat 192 H) Rahimahullah berkata : Mereka (para salaf) menganjurkan anak-anak yang sudah bisa bicara untuk mengajarinya kalimah Syahadat sebanyak tujuh kali, maka kalimat itulah yang pertama kali mereka katakan. (Syaikh Abu Abdillah Adil Al-Ghomidy dalam kitab al-Jaami Fii Ahkami wa Adaabish Shibyan, hal 140).

Ibnul Qayyim dalam kitab Tuhfatul Waduud fi Ahkamil Maulud  menjelaskan, “Di awal waktu ketika anak-anak mulai bisa berbicara, hendaklah mendiktekan kepada mereka kalimat  ‘Laa ilaaha illallah, Muhammad rasulullah’ dan hendaklah sesuatu yang pertama kali didengar oleh telinga mereka adalah ma’rifatullah (mengenal Allah) dan mentauhidkan-Nya. Juga ajarkan kepada mereka bahwa Allah berada di atas Arsy-Nya, Dia senantiasa melihat dan mendengar perkataan hamba-Nya, dia senantiasa bersama mereka di manapun mereka berada.”

Tanamkan kecintaan yang mendalam kepada Allah. Jelaskan padanya bahwa hanya kepada Allah-lah kita meminta, dan hanya kepada-Nya pulalah kita memohon pertolongan.  Jelaskan pula seandainya seluruh umat bersatu untuk memberimu suatu keuntungan, maka hal itu tidak akan kamu peroleh selain dari apa yang telah Allah tetapkan untukmu. Dan andaipun mereka bersatu untuk melakukan sesuatu yang membahayakanmu, maka hal itu tidak akan membahayakanmu kecuali apa yang telah Allah tetapkan untuk dirimu. Pena telah diangkat dan lembaran-lembaran telah kering.

Setelah itu ajari enam rukun iman. Iman mengharuskan adanya sikap menerima dan tunduk. Diperlukan pengetahuan untuk mendapatkan sikap tunduk dan menerima sehingga pengikraran kita tidak semata ada di lisan saja, tetapi juga diiringi hati yang tunduk dan menerima, tidak menolaknya.

Anak harus paham bahwa ia diciptakan ke muka bumi ini hanya untuk beribadah kepada Allah semata. Beribadah kepada Allah ini harus diiringi kepatuhan, tunduk dan menerima segala aturan yang telah Allah tetapkan.  Oleh karena itu berilah ia pengetahuan tentang siapa Rabbnya, dan bagaimana ia mengenal-Nya. Hingga akhirnya ia dapat menerima dengan ikhlas tanpa adanya paksaan atas segala perintah Allah dan Rasul-Nya.

Maka dari itu hendaknya tauhid menjadi prioritas utama yang dipelajari anak-anak bahkan sebelum anak belajar al-Qur’an ajari mereka tauhid dan iman kepada Allah. Sehingga ia tumbuh dewasa menjadi orang yang mengesakan Allah, tidak menyekutukan-Nya, tidak terpengaruh oleh pemikiran yang menyimpang. Tauhid adalah pesan Nabi dan Rasul kepada anak dan umatnya. Tidak ada Nabi atau Rasul diutus kecuali mengingatkan kaumnya untuk mengesakan Allah dan menjauhi sesembahan selain-Nya. Nabi Ibrahim memberi wasiat kepada anaknya dalam QS Al Baqorah 132 :

وَوَصَّىٰ بِهَا إِبْرَاهِيمُ بَنِيهِ وَيَعْقُوبُ يَا بَنِيَّ إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَىٰ لَكُمُ الدِّينَ فَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya’qub. (Ibrahim berkata): “Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam”.

Nabi Ya’qub ketika kematian menjemputnya ia berwasiat kepada anaknya dalam surat Al-Baqorah 133:

أَمْ كُنْتُمْ شُهَدَاءَ إِذْ حَضَرَ يَعْقُوْبَ الْمَوْتُ إِذْ قَالَ لِبَنِيْهِ مَا تَعْبُدُوْنَ مِن بَعْدِيْ قَالُوْا نَعْبُدُ إِلَهَكَ وَ إِلَهَ آبَائِكَ إِبْرَاهِيْمَ وَ إِسْمَاعِيْلَ وَإِسْحَاقَ إِلَهًا وَاحِدًا وَ نَحْنُ لَهُ مُسْلِمُوْنَ

Atau apakah telah kamu me­nyaksikan seketika telah dekat kepada Ya’qub kematian, tatkala dia berkata kepada anak-anak-nya: Apakah yang akan kamu sembah se­peninggalku ? Mereka men­jawab: Akan kami sembah Tuhan engkau dan Tuhan bapak-bapakmu, Ibrahim dan Ismail dan Ishaq yaitu Tuhan Yang Tunggal, dan kepada­Nyalah kami akan menyerah diri (Muslimin).

Juga Luqman kepada anaknya dalam surat Luqman ayat 13.

وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ ۖ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ

Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar”.

Diantara kelalaian para pendidik dan orang tua adalah tidak memulai dengan tauhid, bahkan mengacuhkannya. Maka ketika ia dewasa tidak tahu hak Allah dan Rasul-Nya, mencintai apa yang Allah benci, tidak mengetahui hakikat tauhid dan syirik, sunnah dan bid’ah. Wal Iyyadzubillah.

Loading

Leave a Comment